SELAMAT DATANG

Sabtu, 03 Mei 2014

Refleksi Dua Mei

GURU BUKAN PAHLAWAN TANPA TANDA JASA

Mencerdaskan kehidupan bangsa adalah salah satu amanat rakyat yang menjadi tanggung jawab negara yang tercantum dalam Undang-undang Dasar 1945. Hampir 69 tahun sudah Indonesia merdeka apakah negara sudah melaksanakan dengan sungguh-sungguh amanat UUD 1945 ini? rakyat yang akan menilainya. 

Sangatlah memprihatinkan masih melihat banyak sekolah-sekolah di seantero Indonesia dengan kondisi fisik yang sangat meprhatinkan, bukan hanya terjadi di luar Pulau Jawa tetapi juga di Pulau Jawa yang nota bene tempat terdapatnya pusat pemerintahan dan pusat uang serta kegiatan ekonomi di Republik Indonesia tercinta ini. Kondisi ini lebih ironis lagi dengan  uang miliaran bahkan triliunan rupiah yang ditilep dan dihambur-hamburkan oleh para koruptor.

Anggaran pembangunan pendidikan yang "katanya"  dialokasikan makin banyak untuk membangun pendidikan sepertinya belum bahkan mungkin tidak menyentuh sebagian besar masyakat yang memiliki hak yang sama untuk memperoleh akses, kesempatan dan hak untuk mendapatkan pendidikan. Bila kita lihat sepertinya sedang terjadi kapitalisasi pendidikan, sekolah yang kaya semakin kaya, sekolah yang miskin tetap tetap bahkan semakin miskin biaya pendidikan makin mahal dan hanya bisa di jangkau oleh masyarakat yang berduit saja. Bagaimana pemerintah sebagai satu-satunya otoritas dibidang pendidikan melihat kondosi ini?

Pemandangan yang sangat aneh dapat dilihat ada "sekolah internasional" berdiri di pusat pemerintahan di negeri ini tetapi tidak mengguakan kurikulum Indonesia. Baru mata kita tebelalak sekolah yang sembunyi di balik tembok dan bangunan yang megah ternyata terjadi tindakan asusila di dalamnya dan pemerintah didak mengetahuinya, di mana fungsi pengawasan dari pemerintah?

Kasus ini menjadi peringatan sekaligus pelajaran bagi pemerintah juga kepada masyarakat dan orang tua untuk lebih bijak dalam memilih sekolah untuk pendidikan anaknya, jangan terpesona dengan gedung dan fasilitas mewah yang menjadi alat lembaga pendidikan/sekolah untuk menarik masyakat. Orang tua kadang lupa atau tidak tahu bahwa yang membuat anaknya menjadi pintar/pandai bukan fasilitas tetapi guru. Mengapa masyarkat rela membayar mahal untuk fasilitasnya, tidak untuk gurunya?

Kondisi tersebut menjadi bumerang bagi dunia pendidikan karena kemudian profesi guru masih dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Kebijakan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan guru sepertinya masih setengah-setengah. Tunjangan profesi yang diberikan kepada guru itu sebagai wujud penghargaan atau memang sebagai imbalan jasa yang melekat sebagai hak guru, tidak jelas. Alokasi dana dari pemerintah pusat relatif lancar tetapi di daerah pelaksanaannya perlu mendapat perhatian dan pengawasan dari pusat. 

Guru adalah salah satu bidang profesi dalam bidang jasa jadi berhak untuk mandapatkan jasa. tidaklah mungkin guru tanpa tanda jasa. Guru yang telah melaksanakan tugasnya dengan baik/profsional berhak untuk mendapatkan jasannya secara layak sebagai haknya, bukan sebagai bentuk belas kasihan dari pemerintah atau masyarakat. Jadai guru bukan pahlawan tanpa tanda jasa tapi pahlawan dengan tanda jasa. Terserah bagaimana pandangan/ penilaian masyarakat dan pemerintah terhadap guru, tapi menjadi guru adalah profesi yang sangat mulia.  Mari sahabat-sahabat guru terus tingkatkan profesionalisme dan jaga keluhuran profesi kita jangan nodai dengan tindakan dan perilaku yang tidak terpuji. Ing Ngarso Sung Tulodo. Ing Madyo Mangun Karso. Tut Wuri HandayaniBRAVO Guru Indonesia!